Meta dan IBM Gabung Aliansi Kecerdasan Buatan, Apa Tujuannya?

Facebook mengubah namanya menjadi Meta. (Doc: The Verge)

Liputan6.com, Jakarta –  International Business Machines (IBM) dan Meta telah bergabung dengan sejumlah organisasi lainnya dalam membentuk AI Alliance (Aliansi Kecerdasan Buatan).

Aliansi Kecerdasan Buatan ini adalah sebuah kelompok industri berkomitmen pada pengembangan kecerdasan buatan (AI) sumber terbuka. 

Dilansir Spiceworks, Kamis (14/12/2023), tujuan utama kelompok ini adalah berbagi teknologi dan mengurangi risiko terkait penggunaan teknologi AI.

AI Alliance akan difokuskan pada pengembangan AI yang bertanggung jawab, termasuk alat keamanan dan keselamatan. 

Kelompok ini beranggotakan berbagai universitas ternama, seperti Yale dan Harvard. Beberapa perusahaan teknologi terkemuka juga bergabung ke dalam aliansi ini.

Perusahaan seperti Dell Technologies, Advanced Micro Devices Inc, NASA, Intel, Hugging Face, Red Hat, Oracle, dan Cleveland Clinic diketahui bergabung dalam AI Alliance.

Meskipun IBM dan Meta mungkin tidak langsung memperoleh keuntungan dari pengembangan alat AI open-source, langkah ini diharapkan dapat membantu mereka bersaing dengan para pemimpin AI yang menggunakan model tertutup, seperti Anthropic, OpenAI, dan Google. 

Selain itu, adanya potensi kompetisi juga melibatkan perusahaan besar seperti Microsoft, AWS, dan Nvidia.

AI Alliance memiliki misi untuk menciptakan tolok ukur, alat, dan standar guna meningkatkan ekosistem AI. 

Fokusnya tidak hanya pada memenuhi kebutuhan krisis global seperti pendidikan dan perubahan iklim, tetapi juga menciptakan kesadaran tentang manfaat dan risiko AI. 

Dalam konteks perkembangan pesat teknologi kecerdasan buatan, langkah-langkah ini menjadi penting sebagai upaya mendukung transparansi dan peraturan yang lebih baik terkait penggunaan dan pengembangan AI.

IBM Ungkap Manfaat Generative AI pada Keamanan Siber Indonesia

Di sisi lain, IBM Indonesia yakin, hadirnya teknologi Generative AI (GAI) dapat mendorong kinerja tim keamanan siber dan membantu mereka dalam manajemen pengelolaan keamanan.

Hal itu didukung oleh kemampuan Generative AI dalam mendeteksi kemungkinan terjadi ancaman, memitigasi serangan, dan kemudian memproteksi sistem dari serangan-serangan yang semakin kreatif dan juga canggih.

“Dengan banyaknya kasus serangan siber di Indonesia, sangat penting bagi organisasi untuk selalu memperhatikan keamanan data mereka. Baik entitas pemerintah maupun swasta memikul tanggung jawab bersama untuk melindungi data publik atau kliennya,” kata President Director IBM Indonesia, Roy Kosasih dalam keterangan tertulis dikutip Rabu (8/11/2023).

“Dalam hal ini, AI akan menjadi katalisator dalam peningkatan produktivitas karena meningkatnya keamanan sebuah perusahaan, dengan menjawab kekurangan sumberdaya dalam tim keamanan siber dan meningkatkan deteksi dan respons sehingga lebih cepat dan efektif,” ucapnya.

Sebagai informasi, Pemerintah mengesahkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi di tahun 2022 dalam langkah meningkatkan kesadaran terhadap masalah keamanan siber dan pelindungan data pribadi.

UU tersebut akan berlaku kepada bisnis lokal dan perusahaan-perusahaan internasional yang menangani data konsumen di dalam negeri.

UU ini juga bertujuan untuk melindungi data pribadi, serta membantu meningkatkan dan memfasilitasi peningkatan literasi terhadap pelindungan data pribadi di Indonesia

Selain itu, terbitnya Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2023 tentang Strategi Keamanan Siber Nasional dan Manajemen Krisis Siber diharapkan dapat menciptakan ruang siber yang terbuka, aman, stabil, bertanggung jawab dan dapat menangkal ancaman kebocoran data di Indonesia.

Machine Learning

IBM Indonesia lebih lanjut menjelaskan, Machine learning (ML) dan bentuk-bentuk klasik AI telah lama tertanam dalam solusi keamanan IBM yang mampu mengidentifikasi pola dan membandingkan perilaku, memantau aktivitas anomali, dan memicu respons otomatis ketika risiko dan ancaman terdeteksi.

“Untuk mendukung upaya pemerintah, yang telah menerapkan berbagai peraturan dalam menghadirkan upaya-upaya terbaik di sektor keamanan siber di Indonesia, teknologi inovatif IBM Security® QRadar® SIEM telah memanfaatkan kekuatan AI untuk menginvestigasi dengan cepat dan memprioritaskan peringatan dengan tingkat akurasi yang tinggi berdasarkan kredibilitas, relevansi, dan tingkat risikonya,” tutur Roy Kosasih.

“Untuk melindungi data sensitif masyarakat dan bisnis, kami juga berkolaborasi dengan mitra bisnis kami dengan menghadirkan IBM Security Guardium yang secara otomatis menemukan dan mengklasifikasikan data bayangan, memetakan aliran data, dan melakukan deteksi outlier untuk penyimpanan data yang sensitif. Hal ini telah menghasilkan penurunan serangan sebesar 40% dengan visibilitas yang terpusat dan analisis yang canggih,” tambahnya.

Teknologi Generative AI dapat menghasilkan konten keamanan seperti deteksi, alur kerja, dan kebijakan lebih cepat daripada manusia, sehingga mempercepat implementasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan ancaman keamanan secara real-time.

Selain itu, teknologi tersebut juga dapat mempelajari dan membuat respons aktif yang dioptimalkan dari waktu ke waktu, dengan kemampuan untuk menemukan semua insiden serupa, memperbarui semua sistem yang terpengaruh, dan memperbaiki semua kode yang rentan.

AI Generatif Berguna untuk Hadapi Tantangan Keamanan Siber

Di kesempatan lain, dalam wawancara dengan Jim Cramer dari CNBC, seperti dikutip Sabtu (2/12/2023), eksekutif keamanan Microsoft Vasu Jakkal menegaskan pentingnya kecerdasan buatan (AI) generatif dalam konteks bisnis keamanan siber perusahaan.

Menurutnya, kekuatan super dari AI generatif membantu perusahaan bertahan dalam menghadapi tantangan keamanan siber dengan kecepatan dan skala mesin, terutama mengingat kekurangan talenta keamanan siber.

Jakkal menekankan penggunaan AI harus untuk kebaikan yang nyata, karena AI memiliki potensi untuk meningkatkan kemampuan manusia dan membantu memecahkan tantangan paling serius. 

Dia mencatat saat ini terdapat lanskap ancaman yang belum pernah terjadi sebelumnya, yakni penjahat siber semakin canggih. Sebagai contoh, Microsoft menghadapi serangan kata sandi sebanyak empat ribu per detik.

Dalam menghadapi ancaman tersebut, Jakkal menyebut dua jenis ancaman utama, yaitu spionase yang terkait dengan geopolitik dan kejahatan siber keuangan. 

Microsoft memanfaatkan data untuk melatih model AI-nya agar dapat memahami dan mengantisipasi ancaman-ancaman tersebut.

Selain itu, Jakkal menyoroti pentingnya kolaborasi di seluruh ekosistem keamanan siber. Microsoft telah menjalin mitra dengan 15.000 perusahaan dan organisasi, serta bekerja sama dengan 300 vendor keamanan yang membangun platform perusahaan. 

Menurutnya, kolaborasi mendalam dan kemitraan yang kuat diperlukan karena para pelaku kejahatan siber bekerja sama, dan tidak ada satu perusahaan pun yang dapat menghadapi tantangan ini sendirian.

Related Post "Meta dan IBM Gabung Aliansi Kecerdasan Buatan, Apa Tujuannya?"
Dukung Pemerataan Pendidikan Disabilitas, Telkom Beri Bantuan ke 50 SLB di Jawa, Sumatera, dan Kalimantan
Mengenal Kampus Monash University Australia, Tempat Iqbaal Ramadhan Menempuh Pendidikan Sarjana
Google Kalah Gugatan dari Epic Games Terkait Kasus Monopoli Play Store